Sabtu, 14 Maret 2015

Catatan dari Kelas, Sudah Maksimalkah Kuliah Kita?

Koleksi Buku Mahasiswa
Koleksi Buku Mahasiswa


Oleh: Warsito


Catatan Kuliah_Warsito

Hari ini saya mengikuti kuliah Change Management, dosen yang mengajar adalah Bapak Dr. Bambang Priantono M.T. Beliau seringkali, disela menyampaikan materi juga bercerita tentang dunia kerja, terutama pengalamanya selama bekerja. Hal yang mengena yang disampaikan oleh beliau hari ini adalah mengenai pendidikan dan pekerjaan. Beliau yang saat ini menjabat sebagai direktur di Lintasarta (anak perusahaan Indosat) bercerita mengenai pentingnya menguasai bahasa asing terutama bahasa inggris. Pentingnya bahasa inggris ini bisa mempengaruhi jabatan dalam perusahaan. Beliau bercerita mengenai orang-orang yang menjabat di sebuah perusahaan, kemudian tersisihkan, karena tidak bisa mengkomunikasikan gagasan yang bagus dalam bahasa inggris didepan orang-orang asing (baca: bule).

Ketika orang indonesia yang pintar dalam lingkungan kerja yang terdapat banyak orang asing di perusahaannya, misalkan kita mempunyai pengetahuan sebanyak 10, kemudian karena bahasa asing kita lemah dan kemudian tidak bisa menyampaikan gagasan kita dalam bahasa asing secara penuh, dari yang 10 tadi menjadi hanya 4 gagasan saja yang berhasil disampaikan. Akhirnya para petinggi yang notabene orang asing ini merasa kecewa. Orang pintar itu yang tadinya orang penting dalam perusahaan kemudian tersisih.

Kita semua pasti ingin berhasil, kemudian yang muncul justru kekhawatiran. Kita harus menguasai ini dan itu untuk bisa berhasil. Beliau yang sudah berpengalaman tentang keberhasilan, malang-melintang di perusahaan yang bisa dikatakan maju dan terdepan di indonesia, kemudian menyampaikan kepada para mahasiswanya yang masih muda. Beliau menyampaikan bahwa untuk berhasil hanya perlu fokus pada kemampuan, jangan mengandalkan kuliah dan gelar sarjana. Seorang anak, jangan menunggu disekolahkan sampai sarjana untuk menguasai bidang tertentu, cukup lihat kemampuan dan ketertarikan apa yang bisa dikuasai, bisa terlihat dari masa kecil sampai SLTA. Jika memang tertarik pada desain, maka fokus saja disana, tidak perlu menunggu sampai ke universitas untuk menguasainya. Selain itu juga perlu mencermati kondisi lingkungan, mendukung atau tidak. Kemudian beliau memberi contoh yang relevan, beliau bercerita mengenai seorang anak yang suka sepakbola. Kemudian anak itu oleh beliau diberitahu bahwa jangan dijadikan sepakbolamu menjadi fokus utama karir dan profesi. Karena di Indonesia saat ini jika kita hidup dan bergantung dari sepak bola maka kita sulit, karena indonesia belum profesional dan belum maju dalam dunia tersebut, kecuali jika kita hidup di Eropa, maka sangat memungkinkan bisa maju karena disana sangat mendukung, banyak sekolah sepakbola dan para pemain bisa bergaji tinggi. Itu artinya kita juga melihat realitas di sekeliling, bidang mana yang cukup kuat untuk bisa dijadikan alasan kenapa kita menekuni bidang tersebut, karena memang mendukung dan kesempatan terbuka lebar. Lihatlah sepakbola tanah air, carut marut dan sulit untuk membangun karir dan hidup dari sana. Cukuplah sepakbola hanya sebagai hobby.

Lebih jauh lagi beliau memberi contoh para public figur yang tidak menyekolahkan anaknya di sekolah formal tetapi hanya homeschooling. Itu artinya bahwa cukuplah kita kembangkan bakat anak yang sudah terlihat, dan bisa berkarya kemudian yang paling penting dan harus digaris bawahi adalah mereka bisa hidup dari sana. Cukuplah pekerjaan itu bisa menghidupi karena kemampuan yang diasah sendiri, jangan mengandalkan dunia pendidikan, pungkas beliau.
Beliau yang sudah memiliki banyak pengalaman ini ingin memberitahu kita bahwa tidak perlu menuntut pendidikan formal yang tinggi, cukup menekuni bidang yang kita suka dan bisa menghidupi kita, membiayai hidup kita dan kita bisa hidup dari bidang pekerjaan yang kita tekuni dan kita minati. Bisa saja saat kuliah, kita mendapatkan banyak ilmu, tetapi jangan mengandalkan itu saja, cukup dijadikan sekedar pendukung saja untuk gelar dan ijazah.

Perusahaan itu kejam, persaingan ketat, siapa yang tidak memenuhi target pekerjaan maka harus siap diganti. Belum lagi adanya kontrak kerja atau yang kita kenal dengan istilah outsourcing. Beliau bercerita tentang bagaimana seorang direktur mengundurkan diri dari jabatanya karena tidak cocok lagi, tidak cocok dengan lingkungan telah berubah, tidak seperti lingkungan yang sebelumnya karena pucuk kepemilikan telah berganti dan pemegang saham tidak sejalan dengannya. Itu seperti ingin memberitahu kita bahwa jabatan, uang, penghasilan yang besar tidak menjamin hidup kita otomatis nyaman dan membuat kita bahagia yang berujung kita bisa menikmati hidup ini jika kita mempunyai jabatan yang wah dan gaji yang tinggi. Bayangkan dia yang direktur itu mengundurkan diri dari jabatan yang kita sebut sebagai jabatan yang bergengsi, jabatan yang sulit diraih, dengan gaji yang besar siapa yang tidak tergiur? Dia justru malah meninggalkannya.

Sampai pada saatnya kita akan menyadari, kita yang muda ini tentu saja masih ingin melakukan banyak hal. Kita juga ingin merasakan apa itu persaingan di perusahaan, mengerjakan banyak hal dan berbagi manfaat untuk banyak orang.

Untuk kita, yang telah masuk ke perguruan tinggi, beliau mengingatkan untuk tidak menyia-nyiakan begitu saja. Jika kita yang kuliah hanya memiliki kemampuan yang standar, maka percuma saja kuliah. Tak usahlah kuliah jika sama saja hasilnya. Gali terus potensi setinggi mungkin, pelajari bahasa inggris agar maksimal. Kita tidak bolah minder dan kalah oleh mahasiswa yang berasal dari almamater yang sudah bagus. Karena yang dilihat dilapangan nanti adalah kemampuan, skill yang berbicara. Skill kita lebih bagus, bahasa inggris lebih jago dan lebih baik dari mahasiswa yang berasal dari universitas ternama maka kita yang diambil. Maka untuk itu jangan sia-siakan kesempatan yang telah diberikan kepada kita saat ini.




Dimuat juga di website kampus saya STT Terpadu Nurul Fikri
Foto: dokumentasi pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar