| Koleksi Buku Mahasiswa |
Oleh: Warsito
Catatan Kuliah_Warsito
Hari ini saya mengikuti kuliah
Change Management, dosen yang mengajar adalah Bapak Dr. Bambang Priantono M.T. Beliau
seringkali, disela menyampaikan materi juga bercerita tentang dunia kerja,
terutama pengalamanya selama bekerja. Hal yang mengena yang disampaikan oleh
beliau hari ini adalah mengenai pendidikan dan pekerjaan. Beliau yang saat ini
menjabat sebagai direktur di Lintasarta (anak perusahaan Indosat) bercerita
mengenai pentingnya menguasai bahasa asing terutama bahasa inggris. Pentingnya
bahasa inggris ini bisa mempengaruhi jabatan dalam perusahaan. Beliau bercerita
mengenai orang-orang yang menjabat di sebuah perusahaan, kemudian tersisihkan,
karena tidak bisa mengkomunikasikan gagasan yang bagus dalam bahasa inggris
didepan orang-orang asing (baca: bule).
Ketika orang indonesia yang
pintar dalam lingkungan kerja yang terdapat banyak orang asing di perusahaannya,
misalkan kita mempunyai pengetahuan sebanyak 10, kemudian karena bahasa asing
kita lemah dan kemudian tidak bisa menyampaikan gagasan kita dalam bahasa asing
secara penuh, dari yang 10 tadi menjadi hanya 4 gagasan saja yang berhasil
disampaikan. Akhirnya para petinggi yang notabene orang asing ini merasa
kecewa. Orang pintar itu yang tadinya orang penting dalam perusahaan kemudian
tersisih.
Kita semua pasti ingin berhasil,
kemudian yang muncul justru kekhawatiran. Kita harus menguasai ini dan itu
untuk bisa berhasil. Beliau yang sudah berpengalaman tentang keberhasilan, malang-melintang
di perusahaan yang bisa dikatakan maju dan terdepan di indonesia, kemudian
menyampaikan kepada para mahasiswanya yang masih muda. Beliau menyampaikan
bahwa untuk berhasil hanya perlu fokus pada kemampuan, jangan mengandalkan
kuliah dan gelar sarjana. Seorang anak, jangan menunggu disekolahkan sampai
sarjana untuk menguasai bidang tertentu, cukup lihat kemampuan dan ketertarikan
apa yang bisa dikuasai, bisa terlihat dari masa kecil sampai SLTA. Jika memang
tertarik pada desain, maka fokus saja disana, tidak perlu menunggu sampai ke
universitas untuk menguasainya. Selain itu juga perlu mencermati kondisi
lingkungan, mendukung atau tidak. Kemudian beliau memberi contoh yang relevan,
beliau bercerita mengenai seorang anak yang suka sepakbola. Kemudian anak itu oleh
beliau diberitahu bahwa jangan dijadikan sepakbolamu menjadi fokus utama karir
dan profesi. Karena di Indonesia saat ini jika kita hidup dan bergantung dari
sepak bola maka kita sulit, karena indonesia belum profesional dan belum maju
dalam dunia tersebut, kecuali jika kita hidup di Eropa, maka sangat
memungkinkan bisa maju karena disana sangat mendukung, banyak sekolah sepakbola
dan para pemain bisa bergaji tinggi. Itu artinya kita juga melihat realitas di
sekeliling, bidang mana yang cukup kuat untuk bisa dijadikan alasan kenapa kita
menekuni bidang tersebut, karena memang mendukung dan kesempatan terbuka lebar.
Lihatlah sepakbola tanah air, carut marut dan sulit untuk membangun karir dan hidup
dari sana. Cukuplah sepakbola hanya sebagai hobby.
Lebih jauh lagi beliau memberi
contoh para public figur yang tidak menyekolahkan anaknya di sekolah formal tetapi
hanya homeschooling. Itu artinya bahwa cukuplah kita kembangkan bakat anak yang
sudah terlihat, dan bisa berkarya kemudian yang paling penting dan harus
digaris bawahi adalah mereka bisa hidup dari sana. Cukuplah pekerjaan itu bisa
menghidupi karena kemampuan yang diasah sendiri, jangan mengandalkan dunia
pendidikan, pungkas beliau.
Beliau yang sudah memiliki banyak
pengalaman ini ingin memberitahu kita bahwa tidak perlu menuntut pendidikan
formal yang tinggi, cukup menekuni bidang yang kita suka dan bisa menghidupi
kita, membiayai hidup kita dan kita bisa hidup dari bidang pekerjaan yang kita
tekuni dan kita minati. Bisa saja saat kuliah, kita mendapatkan banyak ilmu,
tetapi jangan mengandalkan itu saja, cukup dijadikan sekedar pendukung saja
untuk gelar dan ijazah.
Perusahaan itu kejam, persaingan
ketat, siapa yang tidak memenuhi target pekerjaan maka harus siap diganti.
Belum lagi adanya kontrak kerja atau yang kita kenal dengan istilah
outsourcing. Beliau bercerita tentang bagaimana seorang direktur mengundurkan
diri dari jabatanya karena tidak cocok lagi, tidak cocok dengan lingkungan
telah berubah, tidak seperti lingkungan yang sebelumnya karena pucuk
kepemilikan telah berganti dan pemegang saham tidak sejalan dengannya. Itu
seperti ingin memberitahu kita bahwa jabatan, uang, penghasilan yang besar
tidak menjamin hidup kita otomatis nyaman dan membuat kita bahagia yang
berujung kita bisa menikmati hidup ini jika kita mempunyai jabatan yang wah dan
gaji yang tinggi. Bayangkan dia yang direktur itu mengundurkan diri dari
jabatan yang kita sebut sebagai jabatan yang bergengsi, jabatan yang sulit
diraih, dengan gaji yang besar siapa yang tidak tergiur? Dia justru malah
meninggalkannya.
Sampai pada saatnya kita akan
menyadari, kita yang muda ini tentu saja masih ingin melakukan banyak hal. Kita
juga ingin merasakan apa itu persaingan di perusahaan, mengerjakan banyak hal
dan berbagi manfaat untuk banyak orang.
Untuk kita, yang telah masuk ke
perguruan tinggi, beliau mengingatkan untuk tidak menyia-nyiakan begitu saja. Jika
kita yang kuliah hanya memiliki kemampuan yang standar, maka percuma saja
kuliah. Tak usahlah kuliah jika sama saja hasilnya. Gali terus potensi setinggi
mungkin, pelajari bahasa inggris agar maksimal. Kita tidak bolah minder dan
kalah oleh mahasiswa yang berasal dari almamater yang sudah bagus. Karena yang
dilihat dilapangan nanti adalah kemampuan, skill yang berbicara. Skill kita lebih
bagus, bahasa inggris lebih jago dan lebih baik dari mahasiswa yang berasal
dari universitas ternama maka kita yang diambil. Maka untuk itu jangan
sia-siakan kesempatan yang telah diberikan kepada kita saat ini.
Dimuat juga di website kampus saya STT Terpadu Nurul Fikri
Foto: dokumentasi pribadi
Dimuat juga di website kampus saya STT Terpadu Nurul Fikri
Foto: dokumentasi pribadi

Tidak ada komentar:
Posting Komentar