Rabu, 14 Januari 2015

Pendakian Gunung Pertama Puncak Gunung Pangrango

Warsito di Taman Wisata Nasional Cibodas
Taman Wisata Nasional Cibodas

Saya menulis ini bertujuan untuk berbagi cerita dan berbagi pengalaman agar tidak terjadi oleh pembaca yang baru akan mendaki. Pada tanggal 25 Desember 2014 lalu saya dan 2 teman kerja melakukan pendakian. Buat saya ini adalah pendakian pertama dalam hidup saya (kasian ya). Sedang dua teman saya sudah pernah ke gunung pangarango tetapi hanya sampai kandang batu tidak sampai puncak. Tujuan pendakian adalah puncak gunung gede-pangrango. Kami pilih pangarango karena lokasi gunung yang paling dekat dengan lokasi kami tinggal yaitu di Depok, dan tentu saja yang terkenal cukup mudah untuk pemula seperti saya. Waktu itu saya belum tau bahwa ada 2 puncak gunung disana, yaitu puncak gunung gede dan puncak gunung pangrango. Yang akhirnya keputusan jatuh kepada puncak gunung pangrango. Baiklah sudah cukup basa basinya.

Persiapan perlengkapan

Perlengkapan yang saya bawa adalah:
-    Lampu senter (bisa yang pakai batre atau isi ulang daya pakai charger)
-    Jaket tebal dan sweater
-    Tas marinir (opsional, lebih baik tas gunung, dengan pelindungnya agar tidak basah)
-    Gula jawa (opsional, bisa diganti coklat, zat gulanya yang penting)
-    Sleeping bag (biasa disebut SB)
-    Odol dan sikat gigi (di pangrango dilarang mandi, dilarang membawa sabun dan sampo)
-    Sendal gunung (lebih baik sepatu gunung)
-    Celana dan baju ganti
-    Cutter (lebih baik pisau lipat)
-    Kupluk
-    Slayer batik
-    Tulisan (pesan penyemangat atau hal lain yang tidak melanggar norma)
-    Makanan (bisa dikira kira, yang cukup saja jangan berlebihan, bisa jadi beban)
-    Air minum (amat penting)
-    Sarung
-    Jas hujan
-    Plastik kresek (untuk pakaian agar tidak basah, atau untuk mengangkut sampah)
-    Obat pribadi (jika ada penyakit)
-    Power bank (jika bawa hape atau senter model charger atau isi ulang)


Itu adalah barang pribadi yang dibawa, adapun barang kelompok yang dibawa yaitu:

-    Matras (satu orang harus satu matras agar tidak kedinginan, atau hipotermia bisa meninggal)
-    Kompor kecil
-    Gas elpiji kecil (secukupnya)
-    Minuman sachet (jahe, kopi untuk menghangatkan badan)
-    Tenda

Yang amat diperhatikan adalah hawa yang dingin, maka jaket tebal, jas hujan, sleeping bag, kompor dan gas, minuman kemasan sachet, matras untuk alas tidur adalah barang yang wajib menurut saya, tidak lupa makanan dan minuman untuk energi.


Pemberangkatan

Kami berangkat dari depok pukul 10.00 pagi, naik kereta sampai stasiun Bogor. Setiba disana kami keluar naik angkot sampai terminal Baranang siang, dilanjutkan naik angkutan sampai Cibodas, turun di pertigaan menuju lokasi pendakian, sampai pertigaan Cibodas kami harus naik angkot lagi sampai lokasi pendakian. Sampai disana kami mengurus surat ijin, disana ramai karena merupakan lokasi objek wisata taman nasional Cibodas, jadi disana tidak semua ingin mendaki, tetapi banyak yang sekedar menikamti pemandangan di kaki gunung saja.


Mulai mendaki

Setelah mengurus surat di kantor pengurus, kami masuk dan harus menemui penjaga khusus yang ingin mendaki. Disana saya yang memakai sendal gunung dilarang, karena tidak membawa sepatu akhirnya saya harus menandatangani surat perjanjian yang isinya persetujuan bahwa pihak pengelola tidak bertanggung jawab jika kaki saya terluka karena tidka memakai sepatu. Maka dari itu untuk pembaca sekalian saya sarankan memakai sepatu. Surat itu harus bermaterai 6.000. maka saya dan teman saya yang tidak membawa sepatu juga harus membayar materai karena tidak membawa materai. Materai kami bayar 20.000 untuk 2 lembar materai. Bisa dibilang biaya masuk gunung pangarngo adalah paling mahal diantara biaya masuk gunung dimanapun, setidaknya itu menurut temanku yang sudah sering mendaki diberbagai gunung.

Kami mendaki mulai jam 5 sore, waktu itu adalah musim hujan. Kami mendaki sampai jam 09.00 akhirnya kami diguyur hujan juga. Saat perjalanan ternyata sama sekali tidak dingin karena kami bergerak dan berkeringat sehingga suhu tubuh kami terjaga. Beberapa kali kami memakan gula jawa yang saya bawa untuk mengganjal rasa lapar. Kami memutuskan untuk bermalam di Kandang batu. Sebelum sampai lokasi tersebut kami telah melalui beberapa post yaitu Telaga Biru, Rawa, Air Panas dan pukul 10.30 malam sampai lah kami di Kandang Batu untuk bermalam dan istirahat. Selama perjalanan kami sering kali duduk untuk istirahat, sangat melelahkan. Ditambah hujan yang mengguyur kami, jalanan licin dan gelap.


Kesalahan fatal

Setelah kami sampai di Kandang Batu, segera kami dirikan tenda. Ternyata alas tenda tembus air, itu adalah kebodohan yang konyol. Kami hanya membawa satu matras. Karena teman saya yang dulu sempat berkemah disini tidak berfikir waktu dia mendaki adalah di musim kemarau jadi tidak hujan dan alas tenda tidak basah. Masih untung saya membawa jas hujan yang lebar sehingga sebagai alas tenda agar air tidak merembes, akhirnya matras dibuat memanjang untuk kami pakai bertiga. Setelah itu kami memasak makanan untuk kami santap memulihkan tenaga dan menyeduh minuman sachet yang kami bawa. Disaat seperti itulah betapa terasa berharganya sebuah tempat tinggal dan makanan. Setelah puas bersantap kami segera beristirahat tidur dan berencana melanjutkan perjalanan ke puncak pukul 02.00 pagi agar bisa melihat sun rise. Kami tidur dengan sleeping bag yang amat nyaman dirasakan. Seketika itu juga saya merindukan kamar dirumah yang sangat nyaman, tidak basah, dan hangat.

Pukul 02.00 kami bangun, kami ingin mengambil air terlebih dahulu di sungai terdekat. Tetapi ternyata setelah beberapa detik saja teman saya keluar dia menggigil kedinginan. Ternyata dilura tenda suhu amat dingin dan teman saya mengaku hampir terkena hipotermia. Akhirnya kami memutuskan untuk tidur kembali dan mendaki setelah suhu lebih bersahabat. Kami akhirnya melanjutkan perjalanan pukul 05.00 pagi, setelah kami mengambil air minum di sungai kami bergegas berangkat. Yang berangkat hanya berdua, saya dan teman saya arif yang juga tidak membawa sepatu, sedangkan teman saya satu lagi dean tidak bisa melanjutkan perjalanan karena lelah dan tidak kuat. Akhirnya dia menjaga tenda. Dia memang perokok berat, dia mengaku pengaruh rokok itulah yang membuatnya mudah lelah.

Saya dan arif melanjutkan perjalanan ke puncak, kami hanya membawa sebotol air. Dan lagi lagi ini adalah kesalahan yang amat fatal. Ternyata puncak yang kami tuju tidak sedekat yang kami kira. Perjalanan sejak di Kandang Badak ternyata adalah jalan yang murni tanah. Karena sejak di pintu masuk sampai Kandang Badak jalan adalah berupa bebatuan yang tersusun rapih sehingga memudahkan perjalanan pendakian.


Kejadian yang tidak terlupakan

Setelah kami cukup jauh menempuh perjalanan kahirnya kami kehabisan air minum, kami tidak menemukan sumber air minum. Ingin meminta kepada rombongan pendaki lain rasanya malu, karena kami sudah besar dan saya merasa saya tidak boleh manja, apalagi di gunung. Akhirnya kondisiku lemah, saya dalam beberapa langkah harus berhenti sedangkan arif ingin sekali cepat sampai puncak. Sedangkan puncak ternyata amat jauh dan tidak terlihat sama sekali. Perjalanan terasa amat berat. Saya tidak sanggup lagi. Disinilah kesetia kawanan seseorang diuji. Arif dalam perjalanan ini cukup sabar menungguku memulihkan tenaga. Kami sama sama lapar dan haus. Akhirnya ada dua orang yang mengobrol dengan arif, yang pada akhirnya mereka mereka memberi kami minum air the manis. Kami sangat senang, setelah kami minum pun kami diberi setengah isi botoh the yang nereka bawa. Betapa baiknya mereka. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Puncak belum juga terlihat ujungnya. Sedangkan kami kembali lemah, haus dan lapar. Kami berangkat tidak sarapan. Betapa bodohnya kami. Karena tidak pengalamanya kami akhirnya kami menderita. Sepanjang perjalanan kami memakan buah Berri gunung, sejenis berri berrian. Kami sangat bersyukur karena kami bisa memakan buah meskipun tidak seberapa dan rasanya agak asam.



Berry Gunung
Buah Berri yang banyak kami temui sepanjang perjalanan ke puncak


Puncak penderitaan saya adalah ketika sudah sedikit lagi sampai puncak. Perut terasa mual, pandangan berkunang, ingin muntah. Sedangkan Arif berkali kali memaksaku untuk melanjutkan perjalanan tetapi saya bilang tidak sanggup. Andai dia tau rasanya. Akhirnya saya tertidur di pinggir setapak itu. Setelah saya terbangun, entah berapa lama saya tidur, saya melanjutkan pendakian. Tubuh saya paksa untuk mendaki akhirnya sampai juga, saya melihat arif melambaiakn tangannya. Kami tersenyum. Sekejap saja rasa kesal hilang karena kami telah sampai puncak. Disana telah ada beberapa tenda dan orang yang tinggal. Kami berfoto foto sejenak untuk mengabadikan moment.

Warsito di Puncak Pangrango
Tanpa pengalaman, dengan kekonyolan akhirnya tetap sampai puncak


Setelah itu kami ke lembah gunung yang dikenal dengan padang edelweis atau disebut juga alun alun mandala wangi untuk mengambil air. Disana setelah mengambil minum ternyata kami bertemu dengan dua orang yang baik hati tu lagi. Tanpa ragu mereka memangggil kami. Setelah medekat kami diberi makanan berupa roti tawar dengan susu sebagai penyedap. Kami sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan orang seperti mereka.


Warsito bersama Orang Baik Itu
Saya (paling kiri) dan dua orang disamping saya yang baik hati itu
Semoga bisa bertemu kembali
Kepada para pembaca jika mengetahui mereka, bisa hubungi saya


Setelah kami berbincang ternyata kami baru tau sebenarnya mereka adalah orang yang menyewakan tenda untuk para pendaki sekaligus melayani jasa angkut tenda hingga pembayarannya lebih mahal untuk biaya perjalanan. Jadi mereka sudah pengalaman dan stamina mereka kuat. Tidak ada raut lelah di wajah mereka. Namun sayang saya tidak sempat menanyakan nama dan alamat. Bodohnya kami. Kami berangkat jam 05.00 pagi sampai puncak pukul 12.00. Sangat lama. Harusnya bisa ditempuh dalam waktu 4 jam paling lama kalau perjalanan normal.


Langsung turun ke tenda

Setelah kami puas mengabadikan moment bersama dua orang yang menolong kami akhirnya kami turun bersama-sama. Tetapi memang stamina kami kalah jauh, mereka cepat sekali bergerak sedangkan kami pelan dan harus berhenti saat beberapa langkah saja. Pada akhirnya kami tertinggal. Singkat cerita kami turun ke lokasi tenda kami yaitu di kandang batu. Saat itulah arif terserang hipotermia, dia hanya membawa jas hujan, tidak membawa jaket tebal, ditambah sleeping bag yang dia bawa ternyata kekecilan sehingga akhirnya dia mengenakan sleeping bag milik dean yang lebih beasar. Dia amat kedingininan sehingga tidak kuat jika harus malam itu juga kami turun. Akhirnya kami memutuskan untuk menginap satu malam lagi. Setelah kami menginap satu malam lagi akhirnya pada pagi harinya kami turun. Saa turun inilah kami bisa tertawa karena perjalanan yang menurun tidak membuat kami terlalu lelah. Setelah kami sampai bawah kami harus membayar denda karena terlambat turun, kami lebih satu hari dari jadwal kami seharusnya turun. Itu karena kami menginap lagi satu malam dahulu dan perjalanan kami beruda ke puncak yang jauh lebih lama dari perkiraan.

Setelah kami mambayar kami langsung keluar kami langsung membeli kaus sebagai kenang-kenangan. Sayang kaus yang saya beli ternyata kekecilan. Setelah itu kami pulang dengan rute yang sama saat berangkat.

Pelajaran yang bisa diambil:
  1. Jangan sekali kali meremehkan hawa gunung, hawa di gunung amat ekstrim. Contohnya si arif, dia hanya membawa jas hujan. Akhirnya dia kedinginan terkena hipotermia, untung saja dia membawa kompor gas mini sehingga bisa dinyalakan dan menghangatkan tubuh dan tenda kami.
  2. Jika ingin ke puncak dari tempat tenda ditinggal, maka bawalah tas dan perbekalan yang cukup. Jangan meremahkan air dan makanan, meskipun saat berangkat terasa tidak lapar. Seperti kami, berangkat tidak sarapan, tidak membawa makanan, membawa air hanya sebotol kecil. Akhirnya kami kelaparan dan kehausan. Untung saja kami dipertemukan oleh orang mulia. Sehingga nyawa kami terselamatkan karena mendapat energi tambahan atas izin Allah Azza wa Jalla.
  3. Bawalah matras, masing masing satu orang satu matras, bawalah sleeping bag

Catatan perjalanan:
  1. Kami berangkat dan pulang dari depok mengeluarkan biaya sebesar:
  2. Kereta dari stasiun Pondok Cina sampai stasiun Bogor Rp 5.000.
  3. Angkot dari stasiun bogor-baranang siang Rp 4.000
  4. Angkutan (entah apa namanya, jika disebut angkot tidak pantas karena lebih besar dari angkot, disebut bis juga kami terlalu berlebihan karena lebih kecil dari bis, jangan tanya sesak tidaknya ya, kaki saya pegal tidak leluasa bergerak, pantat mati rasa) Baranang siang-Cibodas Rp 25.000
  5. Angkot Cibodas sampai pintu masuk Rp 5000.
  6. Total biaya pulang pergi= 39.000 x 2 =78.000, dibulatkan jadi Rp 80.000 PP
  7. Biaya masuk mendaki Rp 50.000, karena kami membayar jasa orang yang mengurus administrasi kami untuk mendaki disana kami harus membayar Rp 75.000/orang
  8. Perjalanan dari pintu masuk sampai kandang badak jalurnya berupa bebatuan tersusun. Kandang badak sampi puncak jalurnya tanah.


Warsito di Jalur Pulang
Saat hendak turun, perjalanan pulang


Rawa Salah Satu Post Pemandangan Indah
Saat di Rawa, perjalanan pulang


Post yang terkenal adalah (jalur cibodas):
  • Telaga Biru
  • Rawa
  • Air terjun Cibeureum (kami tidak mengunjungi, karena berbeda jalur)
  • Air panas
  • Kandang batu
  • Air terjun (tanpa nama)
  • Kandang badak
  • Puncak
  • Padang edelweis, mandala wangi

Pintu masuk pendakian ada 3 jalur:
  • Jalur gunung putri
  • Jalur salabintara
  • Jalur cibodas

Warsito di Telaga Biru
Telaga Biru, menurut sumber saat kemarau air biasanya berwarna biru




Warsito di Jalur Keluar
Ditempat awal memulai pendakian


Jalur yang terpendek adalah jalur gunung putri, tempat yang indah menurut beberapa sumber adalah alun alun surya kencana timur yang kita jumpai jika tujuan kita adalah puncak gunung gede dan melalui pintu masuk jalur gunung putri, sama sama padang edelweis tetapi lebih indah dari yang ada di puncak pangarango.




Foto: dokumentasi pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar