Jumat, 27 Februari 2015

Materi Mentoring Gabungan "Menjernihkan Akal dan Jiwa" dari Drs. Musholi



Oleh: Warsito*


Hampir lupa untuk menulis, menulis sebuah ungkapan rasa keterharuan.

Menulis tentang materi mentoring gabungan "Menjernihkan Akal dan Jiwa" dari Drs. Musholi

Menyimak tausiyah langsung dari Pak Musholi, begitu kami memanggil beliau, Ketua Yayasan Nurul Fikri tempat penulis menimba ilmu. Ceramah mentoring gabungan yang diselenggarakan tepat saat mahasiswa akan menyambut awal semester baru, babak baru menuntut ilmu di STT Terpadu Nurul Fikri.


Ust. Musholi Ketua Yayasan Nurul Fikri
Drs. Musholi menyampaikan materi



Siang itu, hari Rabu tanggal 25 Februari 2015 di Aula PPSDMS Regional Jakarta Drs. Musholi Menyampaikan materi mentoring gabungan. Mendengarkan ceramah beliau kita akan seperti dibawa kembali kemasa-masa dakwah tahun 70-an. Dalam dan mengena. Masa yang saat itu dakwah Ikhwanul Muslimin atau yang kita kenal dengan dakwah Tarbiyah menyebar ke seantero dunia termasuk Indonesia. Masa disaat dakwah kampus mengalami perkembangan yang signifikan. Pembahasan mengenai kejernihan pikiran dan jiwa dikemas dengan runtut dan sistematis oleh beliau. Drs. Musholi adalah alumni Universitas Indonesia yang juga aktifis Masjid Arief Rahman Hakim angkatan 78. Saat itu Prof. Rasjidi adalah selaku Imam Masjid ARH UI sekaligus guru spiritual aktifis Masjid ARH UI. Prof. Rasjidi adalah Menteri Agama pertama Republik Indonesia, Ulama yang dikenal vokal mengkritik pemikiran liberal yang berkembang di Indonesia. Dengan begitu maka Drs. Musholi adalah murid langsung dari Prof. Rasjidi. Tidak heran bila cara Pak Musholi menyampaikan materi masih layaknya seorang aktifis dakwah, pendakwah matang yang kaya pengalaman. 

Konsep jiwa adalah kandungan yang dalam tentang kejernihan alam pikiran manusia. Ia akan didapat dengan perjuangan yang panjang. Pematangan pikiran dan perenung-renungan. Dari sanalah seseorang bisa mendapatkan kejernihan pikiran, akal yang sehat. Akal adalah anugerah yang besar dari Allah SWT. Sepatutnyalah kita menjaganya dan merawatnya. Dengan akal itu manusia kemudian berani mengambil amanah untuk menjadi Khalifah di Bumi. Mengemban amanah untuk menerima wahyu berupa Al-Qur’an yang suci yang tidak ada satu golongan makhlukpun di muka bumi ini yang mampu menerimanya kecuali manusia. Maka penting bagi kita untuk selalu berakal dengan sehat dan memiliki akal yang kuat. Drs. Musholi menyampaikan bahwa jika seseorang mempunyai akal, lalu ia gunakan untuk selalu berpikiran yang negatif maka yang ada adalah keresahan. Kegundahan, galau dan kesumpekan akan selalu menggelayutinya. Orang lain akan menjauh darinya karena tak nyaman. Terutama jika orang itu orang yang sombong, orang yang egois itu akan selalu menganggap dirinya ‘paling’ dan yang lain adalah salah. Mengedepankan dirinya tanpa mendengar pendapat orang lain dialah orang yang sombong. Kemudian beliau menasehati agar kita selalu menanamkan rasa rendah hati. Rendah hati adalah sifat yang amat terpuji, orang yang rendah hati akan selalu diterima dimanapun. Ia disenangi karena bisa menghargai pendapat orang lain. Disinilah letak pentingnya sikap objektif dalam memandang orang lain. Kita tidak bisa menilai orang lain sesuka hati kita. Penilaian itu harus objektif, agar adil dan tidak timpang yang mengakibatkan sifat egosentris kita menonjol disana. 2 hal yang menyebabkan kerusakan jiwa dan kesesatan akal adalah menuruti hawa nafsu dan mengikuti setan, begitu beliau menyampaikan.

Kebahagiaan didunia akan diraih dengan kejernihan jiwa dan ketaqwaan. Ada 4 hal yang perlu ditanamkan dalam diri kita jika ingin meraih kejernihan jiwa menurut Drs. Musholi, yaitu: 1. Rendah Hati, 2. Objektif, 3. Open Mind, 4. Moderat. Yang bisa kita singkat menjadi kata “ROOM”. Room yang berarti ruanga mempunyai arti filosofis, menurut Drs. Musholi bahwa ruang akan mampu menerima siapa saja, disanalah batas-batas keegoisan dihilangkan, ia bisa menampung banyak orang. Jika kita bisa menerapkan 4 hal tersebut maka orang-orang disekeliling kita akan senang kepada kita. Korelasinya adalah kita menjadi banyak teman, hubungan yang baik dengan semua orang berarti adalah 60%-70% kesuksesan telah kita raih.

Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa untuk meraih kesuksesan dalam hal dunia akhirat adalah dengan memelihara kesehatan akal. Kita akan fokus apabila pikiran kita bersih. Pun keberhasilan dalam hal akademik hanya bisa diraih dengan cara fokus. Dalam dunia Psikologi, antara akal, hati nurani dan jiwa itu tidak dibedakan. Padahal, dalam Islam telah jelas mendeskripsikan perbedaan ketiganya. Pengaruh berbeda dari ketiganya bisa kita dapatkan jika kita menilik konsep jiwa dan hati nurani menurut islam. Jika kita ragu, maka tanyalah hati nurani, begitu Islam mengajarkan. 

Membahas tentang konsep jiwa, penulis teringat teori Prof. Syed Naquib A-Attas. Konsep jiwa dalam Islam menurut al-Attas jiwa adalah realitas tunggal dengan empat keadaan yang berbeda, yaitu nafs, ‘aql, qalb dan ruh. Masing-masing terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kognitif, empiris, intuitif dan spiritual [1]. Berbeda sekali dengan konsep jiwa menurut ilmu Psikologi yang notabene diusung oleh Barat. Dalam tradisi keilmuan Barat persolaan jiwa oleh sebagian ilmuan tidak menjadi perhatian utama, karena kebenarannya masih dianggap spekulatif dan cenderung subjektif. Ilmu psikologi modern -yang menjadi referensi dalam kajian kejiwaan  saat ini- secara umum belum mampu mengurai secara jelas hakikat dari diri manusia. Kajiannya hanya mampu mengurai prinsip-prinsip umum dan gejala dari jiwa manusia yang teraktualisasikan melalui jasad. Umumnya masih berupa kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya hipotesis dari pengalaman seorang ilmuan atau peneliti. [2]

Penulis hanyalah mahasiswa biasa, manusia biasa yang tak bisa lepas dari dosa. Kita akan merasai diri kita bersalah, jika ada orang yang mau memberi nasihat. Kedirian kita sulit untuk mengakui kesalahan manakala tiada seorangpun yang sudi mengingtakan. Untuk itu penulis memohon untuk mau mengingatkan jika ada kesalahan. 

Dengarlah nasihat dari Imam al-Ghazali yang ditulis dengan kata-kata indah ini: “Ketahuilah, bahwa memutuskan hubungan dengan Allah Yang Maha Benar (al-Haqq) dengan hanya bergaul dengan manusia serta diri sendiri, sibuk dengan perbuatan sendiri, berpaling dari aqidah yang benar dengan berbagai ragam kehinaan yang memang merupakan kecenderungan manusia; cinta kedudukan, harta dan dunia; membanggakan reputasi dan popularitas,…menutup hati dengan syahwat, tidak membersihkannya bahkan bermain-main dengannya, mempertontonkan kecantikan, membiasakan diri dengan sifat-sifat tercela seperti dendam, iri, dengki….Cinta dunia adalah racun yang mematikan. Hawa nafsu menyebabkan orang sombong dan terlena dengan kehidupan dunia. Kedua hal itulah yang merusak agama. Sebagian Imam berkata, “Aku tidak akan mengerjakan sesuatu perbuatan yang banyak diperhatikan orang, agar aku tidak terjerumus”.” [3]

Seringnya manusia bertindak karena manusia lain. Disanalah kedirian kita dipertaruhkan eksistensinya. Kita bertindak sesuatu karena siapa? Kejernihan jiwa akan membuat kita tidak bisa terpengaruh oleh orang lain. Bertindak atas kehendak diri adalah pengejawantahan dari kejernihan jiwa karena kedirian kita atas Allah ‘Azza wa Jalla. Kita bertindak karena perintah Allah SWT, penulis menulis karena ingin menulis dan mengharap pahala dari-Nya.

Semoga kedepanya Bapak Drs. Musholi lebih sering lagi memberi pencerahan kepada kami anak didikmu. Agar kami selalu mendapat nasehat yang indah seperti kemaren. 

Akhirnya nanti entah kapan, kita jua akan kembali kepada-Nya, ingat-ingatlah puisi yang indah dari Ibnu Sina. Tentang jiwa kita, jiwa yang selalu rindu akan kembali kepada keharibaan-Nya.
"Nafs (jiwa) dalam jasad itu bagaikan burung yang terkurung dalam sangkar, merindukan kebebasannya di alam lepas, menyatu kembali dengan alam ruhani, yaitu alam asalnya. Setiap kali ia mengingat alam asalnya, ia pun menangis karena rindu ingin kembali." (Ibn Sina)




Referensi:

[1] Dinar Dewi Kania, Epistemologi Syed Muhammad Naquib Al Attas

(http://www.menaraputih.org/2013/09/27/epistemologi-syed-muhammad-naquib-al-attas/)

[2] Syah Reza, Konsep Jiwa Menurut Islam

(http://inpasonline.com/new/konsep-jiwa-menurut-islam/)

[3] Al-Ghazali, Jalan Menuju Tuhan, (Jakarta, Azan, 2001) hal. ix-xi

 

 

*Mahasiswa STT Terpadu Nurul Fikri, Jurusan Sistem Informasi 2012

Artikel ini diposkan juga di website kampus STT Terpadu Nurul Fikri dengan perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar