Jumat, 12 Desember 2014

Ikiru: Untuk Hidup (Salah satu film terbaik Jepang)

Film yang tayang pada tahun 1952 ini masih berwarna hitam putih, tetapi sama sekali tidak mengurangi makna dan hikmah yang diambil, setidaknya untuk penulis. Film ini bercerita tentang seorang salah satu kepala bagian urusan yang bertempat di Kantor Balaikota yang ada di Jepang. Disana diceritakan bahwa sang tokoh utama yang sudah tua ternyata diberi julukan "Mumi", karena dia hidup seperti mayat hidup. Bekerja dari pagi sampai sore, terlihat amat sibuk sekali mengurusi dokumen yang menumpuk, dan parahnya rutinitas itu dia lakukan selama 20 tahun tanpa henti. Seolah olah hidupnya amat sibuk dan tidak ada waktu sama sekali untuk bersenang-senang atau sekedar keluar berbaur dengan masyarakat bahkan hanya untuk melakukan refreshing, berekreasi atau hal yang semacamnya sama sekali tidak dia lakukan.

Di Kantor Balaikota itu dijelaskan bahwa sistem birokrasi disana amatlah rumit. Sama sekali tidak ada kegiatan yang membuat masyarakat disana maju. Bahkan ada sekelompok Ibu-ibu yang mencoba untuk meminta pembangunan sebuah taman kota sama sekali tidak ada pelayanan maupun respon yang baik. Yang terjadi hanya membuat sekelompok perempuan malang itu diputar-putar tak jelas, dibagian ini lalu dilemparkan ke bagian tatanan kota lalu dilemparkan ke bagian lainya. Begitulah, yang terjadi adalah saling melempar tanggung jawab, mereka sangat malas dan tidak berminat untuk melayani masyarakat.

Hingga akhirnya suatu saat ada hal yang mengguncang hidupnya, hal yang mengejutkan pun menimpanya, dia mengetahui bahwa dia menderita penyakit kanker perut. Dia menyadari itu setelah dia diberi tahu oleh seseorang di Rumah Sakit, dia memeriksakan diri tetapi sang Dokter tidak memberi tahunya bahwa dia menderita penyakit yang mematikan itu. Beruntung dia telah diberi tahu oleh seseorang tanda tanda kalau dia menderita penyakit mematikan yang membuat umurnya hanya tinggal beberapa minggu saja.

Setelah dia mengetahui hal itu, dia terlihat amat menderita. Hal itu sungguh telah membuat dia terguncang. Ditambah lagi sang tokoh juga mempunyai konflik batin dengan anak dan menantunya, sejak sang istri meninggal, anaknya menjauhinya, hal itu membuat dia kesepian dan menderita sepanjang waktu. Sampai suatu malam saat dia mencoba masuk ke kamar anaknya, sang anak mengobrol dengan istri sang anak yang tak lain adalah menantu sang tokoh, sang tokoh mendengar pembicaraan mereka, yang intinya mereka menantikan kematian si kakek "mumi" mereka. Mereka menginginkan tabungan si Ayah dan uang pensiunanya dari Balai Kota. Sungguh amat menambah penderitaan dirinya, apalagi sang tokoh ingin bercerita bahwa dia menderita kanker perut yang sebentar lagi menjemput kematianya. Dia sama sekali tidak mempermasalahkan uangnya, samasekali tidak. Tetapi sang anak terlanjur malu karena pembicaraanya dengan sang istri tentang harta yang mereka inginkan didengar olah Ayahnya yang menjijikan itu, dia malah membentak si Ayah, memarahinya dan menyuruhnya keluar dari kamarnya padahal sang Ayah hanya ingin merelakan uangnya dan menceritakan penderitaanya tanpa mempermasalahkan hartanya. Kasian sekali si "mumi" ini.

Beruntung kemudian dia akhirnya bertemu dengan seseorang yang akhirnya membuatnya sadar akan sesuatu, menydarkan dia tentang hidup dan kehidupan ini. Menikmati hidup ini tanpa beban yang berarti, melepaskan kesia-siaan hidup, meski, ada hal hal yang bertentangan dengan nilai nilai Islam tetapi kita bisa mengambil hikmah dari adegan pertemuan kedua orang itu. Bagaimana kita harus rela berkorban untuk orang lain di sekeliling kita, memberi manfaat untuk masyarakat dan tidak lagi mempersoalkan tentang anaknya yang membencinya. 

Tetapi memang, perjuangan akan selalu ada hambatan, tantangan dan pertentangan dari lingkungan, itu adalah sebuah keniscayaan. Dia sama sekali tidak didukung oleh anak buahnya dikantor, bahkan ditentang oleh Walikota di Kota itu bahkan dia dihajar dan diancam dibunuh. Tentu saja itu amat menyiksa dirinya, dan menghambat cita-citanya sebelum ajal menjemputnya sebentar lagi. Saat dia ditanya oleh anak buahnya apa dia tidak marah setelah apa yang Walikota dan orang-orang perusahaan itu lakukan padanya? Lalu dia menjawab dengan kata-kata yang amat menggetarkan dan ekspresi yang membuat kita trenyuh melihatnya, membuat kita lebih menghargai waktu kita di Dunia ini, dia menjawab, "Aku tak bisa marah, aku tak mempunyai waktu sebanyak itu".

Hingga endingnya adalah dia berhasil membangun taman kota yang diminta oleh sekelompok perempuan seperti permintaan mereka diawal cerita film. Taman itu diminta dibangun karena lingkungan disana amat kumuh, banyak nyamuk dan banyak anak-anak yang membutuhkan space untuk bermain. Setelah dia berhasil membangun taman itu dengan segenap perjuangan, suatu sore dia menikmati senja diatas jembatan jalan layang yang berada tepat didepan taman yang ia bangun. Dia amat menikmati pemandangan senja itu, lalu dia berujar, "Alangkah indahnya ini, Sungguh indah, sungguh benar benar indah, selama 30 tahun terakhir, aku sudah lupa semua tentang matahari terbenam. tapi aku memiliki waktu untuk melihatnya sekarang". Hingga akhirnya disuatu malam, disalah satu ayunan taman kota yang Dia bangun, Dia menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan damai, diatas karya yang bangun dengan penuh perjuangan...

Setelah kematianya, tidak berakhir begitu saja film ini. Ada beberapa dialog dari anak buahnya dan beberapa orang bahkan seorang Polisi yangs sempat melihatnya di taman kota itu. Polisi itu amat merasakn kesedihan yang amat dalam dengan kepergian orang itu. Kemudian anak buahnya setelah mereka berdebat tentang kematian bos mereka itu, mereka bertekad untuk bekerja bersungguh sungguh, dengan semangat seperti layaknya orang yang baru lahir, tetapi apa yang terjadi kemudian? Kenyataanya adalah mereka tetap seperti dahulu, enggan melayani masyarakat, mengoper-oper tanggung jawab, memutar-mutar orang yang meminta pelayanan publik di Balai Kota. Ya, tidak ada yang seperti bos mereka pada akhirnya, ucapan mereka saat kematian kakek itu adalah omong kosong belaka. Sekarang, kita telah kehilangan "mumi" itu, orang yang di detik detik akhir hayatnya berhasil membuat karya yang bermanfaat untuk masyarakat... Kita kehilangan orang yang merubah sistem birokrasi, kemudian kita menghayalkan, adakah orang-orang yang seperti itu di Negara kita Indonesia? Mungkin banyak, hanya kita saja yang tidak tau, semoga saja.

Itulah setitik hikmah yang penulis dapatkan, dibawah ini penulis akan mencantumkan subtitle dari film Ikiru tersebut, yang tentu saja tidak semua subtitle saya tulis disini, hanya beberapa saja yang menurut penulis subtitle ini mengandung hikmah. Dari hasil dialog yang terjadi di film itu dan kata kata yang keluar, bisa kita dapatkan makna dan hikmahnya. Semoga bermanfaat.


Subtitle film "Ikiru (Untuk Hidup)"



Poster Film Ikiru
Poster Film Ikiru




"Dia hanya menghabiskan waktu tanpa benar benar menjalani hidupnya, dengan kata lain dia bahkan tak benar benar hidup, dia sama saja dengan mayat. Faktanya orang ini sudah meninggal lebih dari 20 tahun sampai sekarang ini, sebelum itu dia menikmati hidup hanya sedikit, dia bahkan benar benar mencoba untuk melakukan kerja nyata. Tapi sekarang, nyaris tak ada jejak gairah dan ambisi lamanya. Dia sudah benar benar lelah oleh hal hal kecil dari mesin birokrasi dan kesibukan yang tak berarti dan tak berkembang. Sibuk, selalu begitu sangat sibuk. Tapi faktanya, orang ini sama sekali tak melakukan apa apa, selain melindungi posisinya sendiri. Cara terbaik untuk melindungi posisimu didunia ini adalah dengan tidak melakukan apapun sama sekali. Inikah maksud dari kehidupan ini? "Aku tak tau apa yang sudah aku lakukan dengan hidupku selama ini". Kemalangan mengajarkan kita kebenaran, kita sebagai manusia sangat ceroboh, kita hanya menyadari betapa indahnya hidup saat kita sudah dekat dengan kematian. Tapi hanya sedikit dari kita, yang benar benar mampu menghadapi kematian. dan yang terburuk adalah dia tidak tau tentang kehidupan sampai mereka mati.


Kau menjadi budak kehidupanmu sendiri, sekarang kau akan menjadi tuanya bekerja selama 30 tahun seperti mumi, dia lakukan demi anaknya, tapi anaknya tak peduli, tapi dia tak bisa menyalahkan anaknya, itu kesalahanya sendiri, kecuali anaknya memintanya untuk menjadi mumi. Semua orang tua sama saja, menyalahkan anaknya, dia berkata bahwa dia melakukan itu semua demi anak...tapi bukanlah salahku jika aku dilahirkan. Aku sudah muak, kita pergi jalan jalan, lalu makan sushi dan mi bersama sama, aku sudah tidak nyaman dengan perlakuanmu terhadapku, bahkan, kita sudah kehabisan kata kata untuk diucapkan, kenyataanya adalah bahwa kau telah membuatku takut, apa kau bisa mengerti?. Tak peduli apapun yang aku lakukan, aku hanya punya waktu 6 bulan sampai 1 tahun hidup. Jangan berbicara tentang anaku didepanku, aku tak punya anak, anaku berada ditempat yang amat jauh beritahu aku apa yang kau lakukan sehingga kau memang muda dan sehat, tidak melakukan apa apa, aku hanya makan dan kerja...

Aku serius, semua yang aku lakukan adalah membuat ini menjadi hal yang sangat sederhana (lalu dia menunjukan bonek kelinci yang bisa berjalan), ini membuatku seperti bermain dengan setiap bayi di jepang. Mengapa kau tak mencoba melakukan sesuatu? lalu apa yang bisa aku lakukan dikantor itu? mustahil, lebih baik kau keluar dan pergi.

Ini sudah sangat terlambat...
Menjadi mumi selama 30 tahun sampai menjadi mumi tua dikantor itu, sibuk dan tak melakukan apa apa ini belum terlalu terlambat.

Tidak, itu tidak mustahil.
Aku tahu aku bisa melakukan sesuatu disana, aku hanya perlu mencari tahu itu, bahwa urusan masyarakat harus diutamakan, bekerja melayani masyarakat itulah jawabanya, bukan sibuk mengurus dokumen dan tak melakukan apa apa.

Itu mustahil...tidak! jika kita mengarahkan pikiran kita untuk itu...
Orang adminsitrasi itu sangat kejam, apa kau tak marah setelah mereka memperlakukanmu seperti ini? Setidaknya mereka mengatakan dananya ada atau tidak, bagaimanapun mereka harus menganggarkan uang, uang itu bukan dana mereka pribadi, aku tidak marah, aku tak mampu membenci orang, aku tak punya waktu sebanyak itu…

Sungguh indah, sungguh benar benar indah, selama 30 tahun terakhir, aku sudah lupa semua tentang matahari terbenam. tapi aku memiliki waktu untuk melihatnya sekarang.

Sekarang aku paham, karena mengetahui hidupnya sudah tidak lama lagi, tetapi siapapun kita bisa tiba tiba mati mendadak. Dibanding orang yang telah berjasa kepada masyarakat, kita ini hanyalah sampah. itu benar, kita semua sampah. Tetapi kau tak bisa melakukan apa apa disana, di balaikota, melakukan sesuatu tetapi tanpa hasil itu radikal, kita harus bersikap seperti melakukan sesuatu tetapi tidak melakukan apapun. Kita merampok waktu yang berharga milik orang orang. Tapi itu semua hanya pembuangan waktu yang tak terlihat, pembuangan waktu yang besar sekali. Aku khawatir dengan hal ini juga, masalahnya adalah didalam sistem yang rumit itu, hal itu mustahil. Selain itu, tak pernah ada waktu untuk berpikir disana, bahkan dalam sistem disini, kau tak bisa menyelesaikan sesuatu.

Coba kau pikirkan, bagaimana perasaaanya, ketika mati sendirian di taman itu, pikirkan saja itu. Aku akan bekerja seperti seorang yang terlahir kembali mengorbankan diri sendiri untuk melayani banyak orang.


life is brief,
fall in love, maidens
before the crimson bloom fades from your lips
before the tides of passion cool within you
for those of you who know no tomorrow

(Gondola no uta, Song of Gondoa)


 



Sumber gambar: http://bit.ly/1yFlIHU

1 komentar: